Selasa, 27 Oktober 2009

SURAT TERBUKA KEPADA PB ABKIN

PB ABKIN yang terhormat
Saya ingin mengucapkan selamat atas rencana Kongres yang Insya Allah akan Anda selenggarakan bulan November nanti. Kongres itu sekaligus menandai berakhirnya masa bakti Anda. Ada yang ingin saya sampaikan melalui surat terbuka ini yakni beberapa hal yang selama masa kepengurusan Anda diam-diam telah menjadi catatan pribadi saya sebagai seorang anggota organisasi profesi yang telah bergelar profesi Konselor.
Pertama, Jujur ingin saya katakan bahwa selama masa bakti 2005-2009 ABKIN sebagai organisasi profesi cenderung jalan di tempat. Tidak banyak kemajuan yang telah dicapai dalam aksi mengembangkan profesi. Bagus di tingkat produk legitimasi formal kebijakan tapi miskin dalam aksi dan tindakan. Justru yang menjadi catatan buruk adalah PB ABKIN memberi ruang bagi munculnya konflik di antara Pengurus yang mengedepankan kepentingan pribadi. Kalau demikian halnya, maka sampai kapan Profesi BK akan memperoleh derajat kebermartabatan.
Kedua, Sampai sekarang ABKIN belum juga mengakar di aras pelaku profesi BK di sekolah. Boleh dikata aksi PB ABKIN belum menyentuh kebutuhan dan isu-isu lapangan kecuali hanya menghasilkan beberapa naskah akademik yang lebih merupakan reaksi ketimbang proaksi. Sungguh disayangkan ( atau justeru karena itu ) PB ABKIN yang mayoritas kaum elit akademis dari berbagai Perguruasn Tinggi ternama di negeri ini tidak mampu bergerak leluasa, apalagi ( maaf ) Ketua Umumnya adalah sosok manusia super penting dan super elite sehingga totalitas perkhidmatannya kepada organisasi profesi diragukan. Ditambahlagi dengan Sekjennya yang lebih pragmatis opportunistis menjadikan kinerja PB ABKIN seperti macan kertas layaknya.
Ketiga. Belkin pernah menyatakan bahwa konseling itu jalan hidup, aksi dan komitmen. Pertanyaannya sejauhmanakah ABKIN selama ini telah mengimplementasikan pandangan seperti itu? Yang terjadi justeru sebaliknya, ABKIN dan sebagian pengurus besarnya selalu berpikiran negatif terhadap gerakan atau usaha vitalisasi profesi konselor yang dilakukan oleh Pendidikan Profesi KOnselor di dua lembaga PPK di negeri ini. Munculnya Buku Krisis Identitas Profesi Konselor yang membawa cap PB ABKIN telah membuktikan itu. Tidak diakuinya IKI sebagai divisi ABKIN, black list terhadap tokoh yang dianggap telah merusak tatanan sistem atau statemen lain yang berdalih penegakan profesi adalah dosa-dosa yang harus diakui. Sikap semacam itu tidak boleh terjadi lagi pada kepengurusan yang akan datang. Profesi BK atau konseling tidak berhak diklaim sebagai milik ABKIN. Sebaliknya, ABKIN harus didudukkan pada posisinya apa sebenarnya misi dan fungsi organisasi suatu profesi sebenarnya. Apa hanya karena PB terdiri dari elit akademis maka dia boleh dan bisa mengacak-acak sistem pendidikan profesi yang seharusnya menjadi otoritas Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
Sudah saatnya silang sengketa diakhiri, seharusnya ABKIN lebih berlapang dada memberi ruang bagi mereka yang ingin menghidupkan profesi Konselor.
Demikian surat terbuka saya semoga akan memberikan pencerahan kepada kita semua.Wassalam. (Konselor Heru Mugiarso).

Rabu, 07 Oktober 2009

KONSELING TRAUMATIK DI TENGAH BENCANA

Hari-hari terakhir ini kita masih dihangatkan dengan kabar bencana alam berupa gempa di Provinsi Sumatera Barat. Banyak korban berupa nyawa , harta benda serta penderitaan lainnya. Bagi yang kebetulan tidak langsung menjadi korban entah itu mati , cacat atau sakit saat ini dihinggapi perasaan trauma yang luar biasa. Selama ini pengertian trauma sering dirancukan. Apa sebenarnya trauma itu? Ada beberapa ciri trauma: 1) disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kita 2) kejadian itu sudah berlalu, 3) terjadi mekanisme psikofisik : kalau tidak melawan maka saya akan binasa, 4) Sensitif terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli. Contohnya : korban gempa hanya mendengar bunyi tertentu saja maka dia akan ketakutan karena ia secara otomatis mengasosiasikan bunyi itu dengan kejadian yang mengguncang dirinya.
Konseling dapat digunakan membantu menyembuhkan trauma tersebut. Bagi kanak-kanak konseling traumatis bisa memakai berbagai teknik berupa aktivitas permainan yang menggembirakan. Mengapa demikian, karena menurut konsep psikologi anak itu pengalamannya relatif masih murni dibanding orang dewasa yang lebih kompleks. Dengan menciptakan suasana gembira melalui permainan, perasaan senang bahagia yang didapatnya akan menggantikan perasaan traumatis mereka. Ini tentu berbeda dengan orang dewasa. Untuk itu berbagai model konseling seperti behavioristrik dengan teknik desensitisasi relaksasi, atau Rational Emotif Therapy dengan penghancuran belief irasional akan lebih tepat. Di samping juga model penyembuhan spiritual melalui pendekatan Agama.
Dalam konteks penanggulangan problema pascabencana, justru pendampingan yang bersifat psikologis menjadi kunci penyelamat keberlangsungan eksistensi bagi mereka korban yang saat ini masih hidup yang harus merencanakan bagaimana dengan kehidupannya di masa datang.