Rabu, 07 Oktober 2009

KONSELING TRAUMATIK DI TENGAH BENCANA

Hari-hari terakhir ini kita masih dihangatkan dengan kabar bencana alam berupa gempa di Provinsi Sumatera Barat. Banyak korban berupa nyawa , harta benda serta penderitaan lainnya. Bagi yang kebetulan tidak langsung menjadi korban entah itu mati , cacat atau sakit saat ini dihinggapi perasaan trauma yang luar biasa. Selama ini pengertian trauma sering dirancukan. Apa sebenarnya trauma itu? Ada beberapa ciri trauma: 1) disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kita 2) kejadian itu sudah berlalu, 3) terjadi mekanisme psikofisik : kalau tidak melawan maka saya akan binasa, 4) Sensitif terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli. Contohnya : korban gempa hanya mendengar bunyi tertentu saja maka dia akan ketakutan karena ia secara otomatis mengasosiasikan bunyi itu dengan kejadian yang mengguncang dirinya.
Konseling dapat digunakan membantu menyembuhkan trauma tersebut. Bagi kanak-kanak konseling traumatis bisa memakai berbagai teknik berupa aktivitas permainan yang menggembirakan. Mengapa demikian, karena menurut konsep psikologi anak itu pengalamannya relatif masih murni dibanding orang dewasa yang lebih kompleks. Dengan menciptakan suasana gembira melalui permainan, perasaan senang bahagia yang didapatnya akan menggantikan perasaan traumatis mereka. Ini tentu berbeda dengan orang dewasa. Untuk itu berbagai model konseling seperti behavioristrik dengan teknik desensitisasi relaksasi, atau Rational Emotif Therapy dengan penghancuran belief irasional akan lebih tepat. Di samping juga model penyembuhan spiritual melalui pendekatan Agama.
Dalam konteks penanggulangan problema pascabencana, justru pendampingan yang bersifat psikologis menjadi kunci penyelamat keberlangsungan eksistensi bagi mereka korban yang saat ini masih hidup yang harus merencanakan bagaimana dengan kehidupannya di masa datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar